AYOPALEMBANG.COM -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan sorotan tajam terhadap langkah pemilihan Penjabat Kepala Daerah (Pj Gubernur) yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian.
Mendagri dianggap tidak demokratis dan taat administrasi dalam melakukan penunjukan Pj Kepala Daerah. Terbaru, Tito Karnavian melantik sebanyak 10 Pj Kepala Daerah mulai dari Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin, Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana dan delapan Pj Gubernur daerah lain.
Mengacu pada proses sebelumnya, penunjukan Kepala Daerah yang notabene posisi strategis ini, mekanismenya tidak akuntabel dan transparan.
Hal tersebut menjauhkan tata kelola pemerintahan dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), karena langkah yang diambil jelas mengangkangi asas keterbukaan, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas.
Dilansir AYOPALEMBANG.COM dari laman KontraS, disebutkan jika Mendagri seharusnya paham bahwa upaya pemilihan Kepala Daerah harus dilakukan secara demokratis sesuai perintah konstitusi. Walaupun tidak melewati mekanisme Pemilihan Umum (Pemilu) karena sifatnya sementara.
Demokratis yang dimaksud juga seharusnya dimaknai dengan upaya pelibatan publik secara maksimal, bermakna dan bermanfaat. Tujuannya agar penyesuaian antara keperluan daerah dengan keahlian Penjabat tersebut.
Baca Juga: Ratu Dewa Pj Walikota Palembang, Undangan Sudah Disampaikan, ini Jadwal Pelantikannya
Proses penunjukan ini juga akan berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas, sehingga menuntut adanya merit system yang menghendaki posisi harus diisi oleh kompetensi, kualifikasi dan kinerja.
Penjabat Daerah baik dalam jabatan Gubernur, Walikota ataupun Bupati selanjutnya akan diberikan otoritas mengambil kebijakan. Mereka harus melanjutkan estafet kepemimpinan di daerah bersangkutan setelah penjabat definitif habis.
Lebih lanjut menurut KontraS, Mendagri kembali membangkangi putusan MK No. 67/PUU-XIX/2021 yang mengamanatkan dibentuknya peraturan teknis sebagai turunan dari Pasal 201 UU no. 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).
Jika ditelusuri, MK bahkan mengamanatkan agar pengisian posisi Penjabat Kepala Daerah mesti dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan publik luas. Putusan MK tersebut dipertegas dengan rekomendasi Ombudsman.
Ombudsman menyatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia telah terbukti melakukan maladministrasi, dalam prosedur pengangkatan Penjabat Kepala Daerah dan mengabaikan kewajiban hukum atas Putusan Mahkamah Konstitusi.
Adapun Ombudsman RI juga merekomendasikan Kemendagri agar melakukan tindakan korektif, salah satunya menyiapkan naskah usulan pembentukan Peraturan Pemerintah.
Baca Juga: Cuma 300 Jutaan! Mobil Bekas Fortuner VRZ Diesel 2017 SUV Premium dengan Spesifikasi yang Gahar
Artikel Terkait
Pengamat Politik Ungkap Peran SBY di Partai Demokrat Kelewat Dominan, AHY Butuh Gaya Berpolitik yang Otentik
Tegang di Dalam Tapi Tenang di Luar, Itulah PKS Dalam Menghadapi Keriuhan Pasangan Anies Baswedan - Cak Imin
Butuh Anggaran Rp400 Triliun per Tahun, Prabowo Subianto Siap Beri Makan Gratis Jika Terpilih Jadi Presiden
Heri Amalindo Pimpin FKPPI Kota Palembang, Langsung Bergerak Ajak Kader Perangi Musuh Terbesar NKRI
Heboh Ganjar Pranowo Muncul dalam Video Azan, Dituding Lakukan Politik Identitas, Bawaslu Sampaikan Hal Ini
Kemunculan Bacapres Ganjar Pranowo dalam Tayangan Adzan Tuai Pro Kontra, Anwar Abbas: Lebih Baik Ditinggalkan
Capres Cawapres Mulai Tebar Janji Manis, Anies-Muhaimin Santer 'Tebar Pesona' untuk Menarik Hati Rakyat
Gubernur Bocorkan 7 Pj Bupati dan Wali Kota yang Akan Dilantik, Nama Ratu Dewa Disebutkan Terakhir
Ridwan Kamil Diduga Jadi Cawapres Usai Diundang Makan Prabowo Subianto, Waketum Gerindra: Namanya Baik, Harum
Ratu Dewa Pj Walikota Palembang, Undangan Sudah Disampaikan, ini Jadwal Pelantikannya